Sewaktu
aku kecil, aku selalu merengek dan menangis jika ayahku mau pergi. Entah itu
pergi karena tugas diluar kota, pergi karena piket, pergi karena dinas, atau
bahkan karena hal sepele yaitu pergi keluar bersama teman-temannya yang
waktunya pun tidak lama hanya beberapa jam saja. Aku masih sangat ingat sekali,
setiap ayahku sudah berpakaian rapi mau berangkat kerja aku yang masih berumur
2 tahun selalu menangis dan berkata "bapak gak boleh pelgi, bapak dilumah
aja nemenin aku liyat belbi, nemenin aku bobok" dan masih banyak alasan
lainnya yang aku ucapkan untuk menghentikan niat ayahku yang mau pergi kerja.
Yang ada dipikiranku saat itu adalah kalau ayahku sudah keluar rumah dengan
pakaiannya yang rapi pasti pulang kerumahnya lama. Bisa dua hari pergi atau
bahkan seminggu baru pulang. Aku memang sangat dekat dengan ayahku. Padahal aku
ini anak perempuannya yang bisa dibilang paling nakal dari empat saudaraku yang
lainnya. Aku ini yang paling susah diomongi, paling sering kena marah, paling
sering membantah, paling sering melawan, paling sering menuntut, paling sering
memaksa, dan yang terakhir paling lama nangis atau bisa dibilang yang paling
kuat lama nangisnya ketika kemauanku kadang tidak dituruti. Ibu? Ya aku dekat
juga dengan ibu, tapi tidak sedekat aku dengan ayahku. Kalau ibu itu pelit,
minta ini gak boleh itu gak boleh, pun kalau boleh harus benar-benar jelas
alasannya kenapa mau dibelikan barang itu. Ah ribeet! Tapi kalau ayah tanpa
harus menjelaskan panjang lebar, beliau langsung membelikannya untukku. Selain
itu juga ayah jarang sekali marah-marah, bahkan hampir tidak pernah. Kalau aku
melakukan kesalahan baik yang disengaja ataupun tidak disengaja, beliau
mempunyai cara tersendiri untuk memarahiku yaitu dengan cara berbicara padaku
secara empat mata sebagai ayah dan anak. Cara ayah memarahiku sungguh membuat
aku menyesal dan bahkan sampai aku menangis. Padahal beliau tidak memukul,
tidak berkata kasar, tidak memaki, tapi beliau memberitahuku bahwa apa yang aku
perbuat itu salah dengan caranya yang lembut dengan bahasanya yang mudah aku
pahami ya layaknya bapak berbicara dengan anak usia 2 tahun. Itulah ayahku. Ah,
aku masih sangat ingat apa yang telah aku perbuat saat itu terhadap ayahku
ketika beliau mau berangkat kerja.
Sekarang
sifat jelekku itu datang lagi diusiaku yang sudah bukan anak kecil lagi, sudah
21 tahun. Kalau sewaktu aku kecil aku merengek dan menangis kepada ayahku,
sekarang aku merengek dan menangis kepada pacarku. Ya, aku merengek dan
menangis ketika pacarku mau pergi dinas di luar kota salatiga. Tapi, sifat
jelekku ini baru saja datang lagi. Ini kali pertama aku benar-benar merengek
dan menangis ketika pacarku mau pergi dinas di luar kota. Padahal biasanya aku
ditinggal kerja di luar kota sampai seminggu bahkan lebih ya biasa saja. Tidak
ada acara merengek dan menangis bahkan tidak pernah ada kata "gak usah
pergi sih mas atau jangan pergi sih mas" selama aku berpacaran dengannya
dan ketika dia mau pergi dinas di luar kota. Malah justru aku mendukungnya, menyemangati,
memberikan doa yang terbaik, perlengkapan nya aku siapkan seperti baju,
mengingatkannya untuk mengecek lagi barang-barang apa yang mau dibawa untuk di
list kembali, dan yang peling penting adalah aku selalu bilang "baik-baik
disana, jaga kesehatan, mas pulang dari sana dalam keadaan sehat dan utuh itu
udah lebih dari oleh-oleh". Tapi kali ini entah mengapa aku begitu
cengengnya sampai tidak membolehkannya pergi kerja. Aku memeluknya dan aku
menangis. Pacarku smapai heran, apa yang terjadi denganku? Ada apa denganku? Bukannya
mendukung, menyemangati kok malah nangis. Aku juga tidak tahu kenapa. What's
wrong with me? Hingga akhirnya penjelasan sedikit demi sedikit dari pacarku
diutarakan kepadaku.
"may,
kalau sikapmu seperti ini malah jadi beban buat aku. Aku itu kerja di luar kota
bukan pergi tidak ada tujuan bukan pergi gak jelas arah. Aku diberi tugas untuk
kerja di luar kota itu artinya aku diberi kepercayaan bahwa aku mampu
mengerjakan dan menyelesaikan tugas itu. Banyak yang mau untuk kerja dinas di
luar kota karena ya bisa sekalian refreshing keluar dari kantor selain itu juga
bayaran pasti bertambah naik level, tapi ya itu sedikit kesempatannya. Nah kamu
berarti harusnya bersyukur dan beruntung, kalau pacarmu ini diberi kepercayaan
dan dianggap mampu untuk menjalankan tanggung jawabnya itu. Harusnya kamu
mendukung. Bukan hanya mendukung tapi menuntut. Tuntut aku biar aku semakin
giat kerjanya, semakin semangat kerjanya untuk cari rezeki cari uang. Kamu
sebagai pacar harus menuntut lelakimu ini supaya lebih dan lebih lagi. Kalau aku ndak kerja, mau beli beras
pakai apa? Kalau aku gak kerja, gimana caranya aku bisa buat kamu bahagia?
Katanya mau ganti sepedah yang lebih bagus yang mahal? Katanya mau ganti kamera
yang lebih joss? Kamu minta apa saja aku kasih selagi aku mampu dan bisa untuk
mewujudkannya dan aku akan berusaha untuk mewujudkan apa yang kamu mau. Mas
cuma minta may buat dukung mas, kasih semangat ke mas. Tuntut mas untuk cari
uang yang lebih banyak lagi, kalau mas sukses kan yang bahagia gak cuma mas
sendiri tapi juga kamu. Jangan nangis lagi, tangismu itu jadi beban buat mas.
Mas malah gak bisa fokus kerja kalau may sikapnya seperti ini. Ini semua mas
lakuin karena ini memang kerjaan mas dan tanggung jawab mas yang harus mas
kerjakan dan selesaikan dan juga karena kamu may. Mas sayang banget sama kamu,
mas gak mau lihat kamu gak bahagia. Mas cuma mau ketika kamu minta sesuatu mas
bisa mewujudkan itu dan mas selalu ada untuk kamu. Ini juga buat masa depan
kita sayang. Doakan saja yang tebaik untuk mas, supaya pekerjaan mas lancar,
mas bisa menyelesaikan semua tugas dan tanggung jawab mas, mas sehat, mas bisa
pulang bawa rezeki yang melimpah" dan diakhir ungkapannya dia bilang
dengan tertawa "apa sih yang gak buat maymunahku, semua tak kasih. Sebelum
may minta mas kasih. Opo wae wes, tapi aku gak bakal ngasih beban pikiran dan
beban hidupku ke may, bisa mumet nanti may".
Ya tuhan,
betapa durhakanya aku sebagai anak terhadap ayahku sewaktu aku kecil dan betapa
menjengkelkannya aku sebagai pacar saat ini yang merengek dan menangis menahan
dua lelaki hebat ini pergi kerja yang tujuannya untuk membahagiakanku. Berarti
rasa beban lah yang dirasakan oleh ayahku ketika aku merengek dan menangisinya
kalau beliau mau pergi kerja, tapi beliau tidak memberitahuku. Mungkin dengan
maksud agar aku tahu sendiri. Apa yang sudah aku lakukan tuhan? Aku menyesal
sekali. Tapi ada baiknya juga sifat semasa aku kecil yang penuntut itu aku
terapkan saat ini kepada pacarku. Tentu saja menuntut dalam hal positif dan
masuk akal, realistis lah. Ya tuhan, terimakasih sudah menyadarkan aku lewat
kejadian ini. Sekarang aku bener-bener sadar dan paham kalau yang dibutuhkan
hanyalah semangat, doa, dan tuntutan. Jaga kekasihku tuhan, jaga juga ayahku.
Mereka adalah orang-orang hebat yang sangat menyayangi aku. Mereka adalah
orang-orang yang mau bertepuk tangan dipinggir lapangan. Mereka luar biasa baik
dan tulus. Mas, terimakasih untuk pengertian yang mas beri untukku. Terimakasih
sudah dengan sabar menjelaskan secara gamblang berbicara dengan lembut kepadaku
tidak dengan marah-marah atau memukul, ya seperti ayah. May sayang mas dhanang.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar