Sabtu, 05 Mei 2018

He is ....


Saya selalu percaya pada sepenggal kalimat ini (tapi saya lupa siapa yang pernah mengatakannya) “seburuk dan sehancur apapun hidupmu di masa lalu, gak ada yang gak bisa dibenahi Tuhan lagi menjadi sesuatu yang utuh dan indah bahkan lebih indah”.


Saat saya mendengar sepenggal kalimat ini, saya merasa seperti ada sebilah pisau yang menghujam tepat di jantung saya. Ngilu dan membuat saya menangis. Saya ingat ketika saya “sah” menjadi anak perantauan tepat 5 tahun yang lalu. Keinginan saya untuk bisa mengenyam pendidikan di tanah rantau kala itu sedikit goyah. Ibu saya sangat tidak merestui untuk melepas saya pergi jauh. Masih sangat jelas dalam ingatan saya, saat saya hendak berpamitan dengan ibu saya. Tapi ibu saya tidak mau menanggapi permintaan pamit saya, bahkan sekedar berbicara “hati-hati” saja tidak. Beliau hanya menangis tanpa mau melihat saya yang perlahan melangkah mundur meninggalkannya sendiri. Masih sangat segar diingatan saya, saat itu yang menghantarkan saya ke terminal hanya bapak dan adik saya. Saya menangis saat saya bersalaman dengan ayah saya, meminta restu agar saya bisa baik-baik saja selama jauh dari mereka.


Ibu yang begitu takut untuk melepas saya jauh. Maklum saya baru lulus dari SMA dan saya terkenal sebagai anak yang paling “bandel” dan paling membangkang di keluarga. Saya tau ibu saya takut jika terjadi sesuatu yang buruk pada saya. Pergaulan saya nanti buruk dan lain sebagainya. Kekhawatiran seorang ibu terhadap saya anak gadisnya yang paling bandel. Saya juga masih ingat ketika saya SMA, rok sekolah saya pernah digunting, disobek-sobek dan dibakar oleh ibu. Ibu saya paling tidak suka melihat anak sekolah (terutama anaknya sendiri) yang roknya berada 10 CM diatas lutut. Jika ketahuan, bisa langsung disandera roknya dan tinggal ucapkan selamat tinggal karena gak akan pernah ketemu sama rok itu lagi. Bulan pertama berada di tanah rantau, jauh dari orang tua, kakak dan adik-adik membuat saya merasa ingin pulang saja. tidak peduli dengan biaya pembangunan awal kuliah saya yang belasan juta yang sudah digelontorkan. Berat bahkan sangat berat. Menjalani hari demi hari tanpa restu seorang ibu. Tapi saya yakin, ibu saya tetap mendoakan yang terbaik buat saya. Segalak apapun ibu saya, doanya tetap menyertai setiap langkah saya. Tapi justru disaat seperti ini Tuhan berkarya atas hidup saya.

Dunia perkuliahan yang saya jalani tidaklah seindah dunia perkuliahan FTV yang selalu saya tonton setiap Sabtu dan Minggu saat saya masih usia remaja. Harus benar-benar pintar mengatur jatah bulanan agar cukup, harus bisa mengatur waktu sedemikian rupa agar semua kegiatan dapat berjalan dengan baik. Banyak pelajaran hidup yang saya dapat selama saya merantau. Berkenalan dengan berbagai watak dan karakter orang yang berbeda-beda. Pernah berkenalan dan dekat dengan orang yang “tidak beres”, pernah masuk dalam lingkup pergaulan yang “tidak sehat” dan menjadi seperti mereka, walaupun hanya dalam hitungan bulan dan saya langsung “ditarik” lagi oleh Tuhan. Bertengkar dengan teman asrama, mencibir, bergosip dan melakukan hal yang tidak berfaedah lainnya.Tuhan dengan segala keunikanNya mampu mebolak-balikan hati saya. Hingga pada satu titik dimana saya mulai merasa jenuh dengan hidup yang saya jalani. Saya bertanya pada diri saya sendiri, apa yang hilang dari diri saya? Kenapa rasanya seperti kosong? Pertanyaan yang sama saya renungkan berulang-ulang. Ternyata Tuhan mengingatkan saya, bahwa saya sudah terlalu lama tidak bercengkrama dengannya lewat doa dan bercerita ria melalui doa. Dia rindu saya kembali ke pangkuanNya. Seketika itu juga saya sadar, bahwa saya harus membawa restu ibu saya ke dalam doa saya secara khusus, bukannya malah memilih diam seolah-olah tidak terjadi apa-apa. Ya..saya terlalu terlena dengan hal-hal fana yang menjerumuskan saya.


Tuhan mau saya memperbaiki hubungan saya yang renggang dengan ibu saya, dengan orang-orang yang pernah berselisih dengan saya, lalu Tuhan mau memperbaiki hubungan saya denganNya. Tuhan sangat tahu jatuh bangunnya saya selama ini, apalagi saat saya berada jauh dari orang tua seperti saat ini. Dia yang paling tau apa yang sedang saya lakukan. Saya merasakan berkat Tuhan terus dan terus menimpa saya melalui orang-orang sekitar dan orang-orang yang memang dekat dengan saya sampai saat ini. nasehatNya, teguranNya, dan kasih sayangNya dicurahkan melalui orang-orang yang ada di hidup saya saat ini. Saya bilang sama Tuhan....

Tuhan saya mau dipulihkan dan biarkan saya menjadi berkat dimanapun saya berada dan apapun yang saya lakukan. Sekalipun hidup saya dulu rusak, hancur dan berantakan, tapi saya percaya Engkau mampu membenahinya.”


Berkat Tuhan itu juga berdampak ke masa depan saya dan kekasih saya. Saya memiliki keluarga yang begitu mencintai saya, saya bisa lulus kuliah tepat waktu, saya mendapatkan pekerjaan sesaat setelah saya lulus kuliah, saya ditempatkan di perusahaan dengan orang-orang yang hebat dan berpendidikan tinggi, saya mendapatkan kekasih yang begitu luar biasa tampan baik secara fisik maupun sifat, orang tua saya merestui hubungan saya dengan kekasih saya, pekerjaan kekasih saya Tuhan lancarkan bahkan bonus sertifikasi dosen. Hebat! Ya..Tuhanku hebat! Semua itu adalah karena penyertaanNya. Terima kasih masa lalu, karenamu aku bisa menjadi seperti sekarang ini. Terima kasih Tuhan, karenaMu aku tau masa depanku sungguh ada dan harapanku tidaklah dia-sia.

Pernikahan Beda Gereja

                  Menikah bukanlah impian bagi semua orang. Tapi bisa menikah dengan orang yang kita cintai dan mencintai kita adalah ...