Saya selalu percaya pada sepenggal kalimat ini (tapi saya lupa siapa yang pernah mengatakannya) “seburuk dan sehancur apapun hidupmu di masa lalu, gak ada yang gak bisa dibenahi Tuhan lagi menjadi sesuatu yang utuh dan indah bahkan lebih indah”.
Saat saya
mendengar sepenggal kalimat ini, saya merasa seperti ada sebilah pisau yang
menghujam tepat di jantung saya. Ngilu dan membuat saya menangis. Saya ingat
ketika saya “sah” menjadi anak perantauan tepat 5 tahun yang lalu. Keinginan saya
untuk bisa mengenyam pendidikan di tanah rantau kala itu sedikit goyah. Ibu saya sangat
tidak merestui untuk melepas saya pergi jauh. Masih sangat jelas dalam ingatan
saya, saat saya hendak berpamitan dengan ibu saya. Tapi ibu saya tidak mau
menanggapi permintaan pamit saya, bahkan sekedar berbicara “hati-hati” saja
tidak. Beliau hanya menangis tanpa mau melihat saya yang perlahan melangkah
mundur meninggalkannya sendiri. Masih sangat segar diingatan saya, saat itu
yang menghantarkan saya ke terminal hanya bapak dan adik saya. Saya menangis
saat saya bersalaman dengan ayah saya, meminta restu agar saya bisa baik-baik
saja selama jauh dari mereka.
Ibu yang
begitu takut untuk melepas saya jauh. Maklum saya baru lulus dari SMA dan saya
terkenal sebagai anak yang paling “bandel” dan paling membangkang di keluarga. Saya
tau ibu saya takut jika terjadi sesuatu yang buruk pada saya. Pergaulan saya
nanti buruk dan lain sebagainya. Kekhawatiran seorang ibu terhadap saya anak
gadisnya yang paling bandel. Saya juga masih ingat ketika saya SMA, rok sekolah
saya pernah digunting, disobek-sobek dan dibakar oleh ibu. Ibu saya paling
tidak suka melihat anak sekolah (terutama anaknya sendiri) yang roknya berada
10 CM diatas lutut. Jika ketahuan, bisa langsung disandera roknya dan tinggal
ucapkan selamat tinggal karena gak akan pernah ketemu sama rok itu lagi. Bulan
pertama berada di tanah rantau, jauh dari orang tua, kakak dan adik-adik
membuat saya merasa ingin pulang saja. tidak peduli dengan biaya pembangunan awal
kuliah saya yang belasan juta yang sudah digelontorkan. Berat bahkan sangat
berat. Menjalani hari demi hari tanpa restu seorang ibu. Tapi saya yakin, ibu
saya tetap mendoakan yang terbaik buat saya. Segalak apapun ibu saya, doanya
tetap menyertai setiap langkah saya. Tapi justru disaat seperti ini Tuhan
berkarya atas hidup saya.
Dunia
perkuliahan yang saya jalani tidaklah seindah dunia perkuliahan FTV yang selalu
saya tonton setiap Sabtu dan Minggu saat saya masih usia remaja. Harus benar-benar
pintar mengatur jatah bulanan agar cukup, harus bisa mengatur waktu sedemikian
rupa agar semua kegiatan dapat berjalan dengan baik. Banyak pelajaran hidup
yang saya dapat selama saya merantau. Berkenalan dengan berbagai watak dan
karakter orang yang berbeda-beda. Pernah berkenalan dan dekat dengan orang yang
“tidak beres”, pernah masuk dalam lingkup pergaulan yang “tidak sehat” dan
menjadi seperti mereka, walaupun hanya dalam hitungan bulan dan saya langsung “ditarik”
lagi oleh Tuhan. Bertengkar dengan teman asrama, mencibir, bergosip dan
melakukan hal yang tidak berfaedah lainnya.Tuhan dengan segala keunikanNya
mampu mebolak-balikan hati saya. Hingga pada satu titik dimana saya mulai
merasa jenuh dengan hidup yang saya jalani. Saya bertanya pada diri saya
sendiri, apa yang hilang dari diri saya? Kenapa rasanya seperti kosong? Pertanyaan
yang sama saya renungkan berulang-ulang. Ternyata Tuhan mengingatkan saya,
bahwa saya sudah terlalu lama tidak bercengkrama dengannya lewat doa dan bercerita
ria melalui doa. Dia rindu saya kembali ke pangkuanNya. Seketika itu juga saya
sadar, bahwa saya harus membawa restu ibu saya ke dalam doa saya secara khusus,
bukannya malah memilih diam seolah-olah tidak terjadi apa-apa. Ya..saya terlalu
terlena dengan hal-hal fana yang menjerumuskan saya.
Tuhan
mau saya memperbaiki hubungan saya yang renggang dengan ibu saya, dengan
orang-orang yang pernah berselisih dengan saya, lalu Tuhan mau memperbaiki
hubungan saya denganNya. Tuhan sangat tahu jatuh bangunnya saya selama ini,
apalagi saat saya berada jauh dari orang tua seperti saat ini. Dia yang paling
tau apa yang sedang saya lakukan. Saya merasakan berkat Tuhan terus dan terus
menimpa saya melalui orang-orang sekitar dan orang-orang yang memang dekat
dengan saya sampai saat ini. nasehatNya, teguranNya, dan kasih sayangNya dicurahkan
melalui orang-orang yang ada di hidup saya saat ini. Saya bilang sama Tuhan....
“Tuhan saya mau dipulihkan dan biarkan saya menjadi berkat dimanapun saya berada dan apapun yang saya lakukan. Sekalipun hidup saya dulu rusak, hancur dan berantakan, tapi saya percaya Engkau mampu membenahinya.”
Berkat
Tuhan itu juga berdampak ke masa depan saya dan kekasih saya. Saya memiliki
keluarga yang begitu mencintai saya, saya bisa lulus kuliah tepat waktu, saya mendapatkan
pekerjaan sesaat setelah saya lulus kuliah, saya ditempatkan di perusahaan
dengan orang-orang yang hebat dan berpendidikan tinggi, saya mendapatkan kekasih
yang begitu luar biasa tampan baik secara fisik maupun sifat, orang tua saya
merestui hubungan saya dengan kekasih saya, pekerjaan kekasih saya Tuhan
lancarkan bahkan bonus sertifikasi dosen. Hebat! Ya..Tuhanku hebat! Semua itu
adalah karena penyertaanNya. Terima kasih masa lalu, karenamu aku bisa menjadi
seperti sekarang ini. Terima kasih Tuhan, karenaMu aku tau masa depanku sungguh
ada dan harapanku tidaklah dia-sia.